Senin, 26 Desember 2016

PENDEKATAN TRADISIONAL

PENDEKATAN TRADISIONAL
         pendekatan ini berbeda dengan pendekatan progresif secara sederhana dapat dijelaskan dengan bahwa pada pendekatan mengakui dan mementingkan dunia sana yang transcendental metafisis yang langgeng, yang menentukan tujuan hidup dan sekaligus tujuan pendidikan manusia, sehingga akan menjadi sumber-sumber dasar nilai daripada filsafat pendidikannya. Sedang tenaga social hanya akan menyediakan saranan, alat dengan mana akan dicapai tujuan-tujuan diatas, dengan kata lain tenaga pengembangan social ini akan memberikan modal dalam penyusunan “ Science of educational” yang diperlukan. Menurut pendekatan tradisional antara filsafat pendidikan dan science of education dibedakan secara tegas, yaitu filsafat metafisika dan tenaga social, sedang pada pendekatan progresif  keduanya bersumber pada kenyataan yang sama, dan satu-satunya, yaitu tenaga pengembang sosial masyarakat diatas.
      Maka dari itu pendekatan progresif hanya berpijak pada teori etika social  dan metode penyesuaian masalah social, yaitu pola dasar sikap moral dan pola dasar sikap mental seperti diuraikan diatas, dan menentang segala hal yang berkaitan tentang kenyataan transcendental metafisis yang spiritual dan di dunia sana di masa mendatang. Sebaliknya pendekatan-pendekatan tradisional, seperti namanya, sangat taat pada sistematika filsafat tradisional, dimana dan  karena itu menempatkan filsafat sebagai dasar pendidikan dan pengajaran. Ini terbukti dengan penempatan filsafat metafisika, yang sangat ditentang oleh aliran pendekatan progresif, sebagai masalah pokok dalam filsafat pendidikan.
      Bagi pendekatan ini, betapapun sulitnya masalah bidang metafisika ini, tetap harus ditempatkan sebagai pusat perhatian pertama dan utama dalam setiap pembahasan filsafat pendidikan. Pendekatan ini berasumsi dasar bahwa tidak dapat dipungkiri, bahwa masalah ini adalah masalah yang abstrak, dan universal sekali, sehingga sulit dipelajari dan dibuktikan kenyataannya, namun tidak berarti bahwa kenyataan yang metafisis itu tidak ada. Assumsi ini menurut para pengusaha ilmu filsafat pendidikan agar apabila kita tidak dapat menemukan segala hal yang bersifat metafisis, tidak berarti kenyataan itu tidak ada, tetapi kesalahan mungkin terletak pada cara-cara mencarinya atau mungkin keterbatasan kemampuan berfikir dan pikiran orang yang melakukannya. Atau mungkin orang tersebut, mendustai dirinya, sadar akan kenyataan tersebut tetapi tidak jujur terhadap kesadarannya sendiri.
      Asas pertama tentang rasionalitas manusia, asas ilmu jiwa daya, asas pembentukan formal teoritis dan asa transfer hasil belajar maka menuntut jumlah dan jenis mata pelajaran yang diperlukan, dan tidak perlu adanya pertimbangan kesesuaian tidaknya dengan kenyataan kehidupan social anak, selama bahan atau bidang studi akan memberikan nilai disiplin mental atau formal yang tinggi. Nilai formal matematika adalah untuk melatih anak  berfikir secara logis rasional matematis, dan bukan dengan tujuan untuk memberikan kepada alat atau instrument dalam menyelesaikan problema hitung-menghitung dalam kehidupan sehari-hari.
      Asas kedua adalah bahwa hakekat jiwa manusia adalah tersendiri atas daya-daya jiwa yang berbeda dan bekerja secara terpisah-pisah atau bersama-sama, yang menimbulkan gejala kesadaran atau tingkah laku. Setiap daya-daya jiwa seperti pengindraan, pengamatan,ingatan, tanggapan, pikiran, dan perasaan akan dapat berkembang dan atau dikembangkan sesuai dengan bahan-bahan pelajaran tertentu. Berdasar jalan pemikiran ini, maka dalam kepustakaan pendidikan dan psikologi pendidikan kita dikenalkan konsep istilah mata pelajaran ingatan, pikiran, hafalan, ekspressi dan mata pelajaran keterampilan.
      Sebagai asas ketiga dan sesuai dengan asas kedua di atas, adalah bahwa nilai fungsional mata pelajaran adalah untuk pembentukan, atau disiplin mental (mental discipline) atau disiplin formal, yaitu nilai formal teoritis intelektual. Sehingga semakin sulit bahan pelajaran semakin tinggi nilai pembentukan mentalnya.Semakin keras ketat latihan-latihan semakin kuat dan besar nilai pembentukannya. Apakah bahan yang disajikan sesuai dengan kehidupan sosialnya, dan digunakan untuk mengadakan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, tidak menjadi masalah bagi aliran ini.
      Oleh sebab itu, aliran tersebut diselesaikan dengan memperkenalkan konsep trnasfer of learning of training, artinya penggunaan  atau pemindahan hasil belajar atau latihan pada mata pelajaran atau bidang kehidupan, yang mungkin positif atau negatif merugikan. Transfer positif adalah apabila penggunaan bidang yang satu mempermudah, memperlancar penguasaan bidang atau mata pelajaran yang lain, dan sebaliknya transfer negatif adalah suatu peristiwa dimana penguasaan satu bidang tertentu mempersulit penguasaan bidang lain, seperti berenang dengan sepak bola. Soal-soal hitungan yang amat sulit tetapi yang tidak ada kaintannya dengan, atau tidak akan dijumpai dalam  kehidupan sehari-hari anak, yang mengarah ke pengembangan nilai materiil praktis, dijejal-jejalkan kepada anak dengan harapan akan mempermudah anak menyelesaikan problema-problema sosialnya.
      Adapun asas-asas filsafat pendidikan dalam pendekatan tradisional secara rinci adalah sebagai berikut :
1)      Bahwa dasar-dasar pendidikan adalah filsafat, sehingga untuk mempelajari filsafat pendidikan haruslah memiliki pengetahuan dasar tentang filsafat
2)      Bahwa kenyataan yang essensial baik dan benar adalah kenyataan yang tetap, kekal dan abadi.
3)      Bahwa nilai norma yang benar adalah nilai yang absolut, universal dan objektif.
4)      Bahwa tujuan yang baik dan benar menentukan alat dan saranan, artinya tujuan yang baik harus dicapai dengan alat sarana yang baik pula.
5)      Bahwa faktor pengembang sejarah atau sosial (science, technology, democracy dan industry) adalah sarana alat untuk  ” prosperity of life” dan bukannya untuk ”welfare of life” sebagai tujuan hidup dan pendidikan sebagaimana yang ditentukan oleh filsafat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar