Senin, 26 Desember 2016

Pemipin Islam

PEMIMPIN DALAM PANDANGAN ISLAM

Dalam suatu pemerintahan maupun organisasi disekolah ataupun dilingkungan tempat tinggal kita pasti memiliki seorang pemimpin dimuali dari RW/RW, Kades, Camat, Bupati, Gubernur sampai Presiden. Pertanyaannya, siapa yang berwenang memilih dan mengangkat pimpinan? dengan cara bagaimanakah seseorang memperoleh mandat untuk berkuasa? Apakah kekuasaan diberikan berdasarkan keturunan atau melalui sistem pemilihan?. Yang akan kita bahas adalah bagaimanakah pemimpin dalam pandangan islam. Negara adalah literatur islam disebut daulah. Kata “daulat” berasal dari bahasa Arab, dawlah atau daulah, yang secara harfiah berarti putaran atau giliran. Penyebutan akar kata dawala diulang dua kali dalam Al-Qur’an,yakni pada surat Ali Imron (3) ayat 140 dan surat Al-Hasyr (59) ayat 7. Makna daulah dalam surat Ali Imran ayat 140 berbicara tentang perang uhud, dimana umat islam menderita kekalahan, setelah sebelumnya meraik kemenangan bersar pada perang Badar. Allah mengajarkan bahwakemenangan dan kekalahan, kejayaan dan kemunduran dipergilirkan dalam sejarah masyarakat manusia, layaknya siang dan malam, hidup dan mati. Dalam pribahasa Indonesia dinyatakan “kekuasaaan ibarat roda pedati yang berputar”.
Sedangkan kata daulah dalam surat Al-Hasyr ayat 7 terkait dengan penguasaan harta kekayaan.kewajiban negara adalah mewujudkan keadilan sosial dengan mendistribusikan kekayaan itu, yang diambil dari orang kaya dan diberikan kepada yang berhak, terutama fakir miskin dan orang – orang yang terlantar. Nah dapat kita simpulkan bahwa setiap siapa saja yang terpilih memperoleh giliran berdaulat, merekalah yang memimpin, berkuasa, dan berkuasa dan berwenang mengatur kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, serta bertanggung jawab dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Negara wajib melaksanakan ketertiban dan melindungi rakyat dari penindasan, sehingga terhindar dari permusuhan, menjamin kebebasan, keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Dalam Al-Qur’an konsep kepemimpinan negara diungkapkan dengan menggunakan kata “khalifah”. Dalam Al-Qur’an kata khalifat diulang dua kali. Pertama surat al-Baqarah ayat 30 “inni ja’il fi al-ardhi khalifah” dan kedua surat Shad, ayat 26 “Ya dawud inna ja’alnaka khalifah fi al-ardh”. Menurut M. Quraisy Shihab, kata khalifah digunakan oleh al-Qur’an untuk siapa yang diberi kekuasaan mengelola wilayah, baik luas maupun terbatas.
Dalam hal ini, jabatan kepala negara adalah amanh yang diberikan oleh rakyat kepada orang terbaik diantara mereka. Psoses polotik dalam pengngkatan khalifah atau kepala negara melibatkan rakyat secralangsung atau melalui lembaga perwakilan. Kepla negara yang diangkat oleh rakyat sebenarnya berada pada posisi menerima amanah, sedangkan rakyat sebagai pemberi amanah, kepala negara harus mempertanggung jawabkan amanah nya kepada sipemberi amanah, yakni kepada rakyat secra langsung melalui badan perwakilan erakyat, dan “pengadilan” Allah SWT dipadang Mahsyar nanti.
Jabatan adalah amanah yang diperebutkan oleh insan yang bodoh! Kegagalan menunaikan amanah (karena kebodohan manusia itu) akan mengakibatkan manusia terbagi menjadi tiga golonga. Pertama, golongan munafikin, yang digambarkan dalam hadis sebagai orang yang suka berdusta, berjanji palsu, dan kalau diberi amanah berlaku khianat. Kedua, golongan musyrikin, yaitu golongan yang baik tersembunyi maupun terang – terangan telah berlaku syirik dan menentang Rosul. Ketiga, golongan mukminin, yang dalam ayat berikut ini digambarkan sebagai mereka yang diterima taubatnya. Firman Allah:
“Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung – gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan menghianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh, sehingga Allah mengazab orang –orang munafik laki – laki dan perempuan dan orang – orang mustrikin laki – laki peremouan; dan sehingga Allah menerima taubat orang – oarang mukmin laki –laki dan perempuan. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang”. (Qs. Al-Ahzab (33): 73)
Jadi, carilah pemimpin yang bersedia dikoreksi dan menerima saeran; bersedia menagkui kesalahan dan segera memperbaiki kesalahannya, serta gemar bertasbih dan mengucapkan istigfar padaAllah SWT sebagai wujud kepasrahan dihadapan Dzat Yang Maha Agung.
Sumber : Fadhullah. 2016. Khazanah Peradaban Islam Nusantara. Serang: Tiara Kerta Jaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar