Senin, 26 Desember 2016

FILSAFAT ALAM

FILSAFAT PRA SOCRATES (FILOSOF ALAM)


Sebelum filsafat menaiki pangung yunani, banyak pertanyaan-pertanyaan mendasar yang diajukan oleh manusia, dan pertanyaan-pertanyaan ini dijawab oleh berbagai agama. Penjelasan agama-agama ini disampaikan dari generasi ke-generasi dalam bentuk mitos. Mitos adalah cerita mengenai dewa-dewa, yang dipergunakan untuk menjelaskan pertanyaan-pertanyaan mendasar ‘mengapa dunia ini berjalan seperti adanya’.

Sekitar 600 tahun sebelum kristus lahir. Datanglah seorang filosof yang mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Jawaban tersebut dikemas dalam penjelasan alamiah, tidak brnbentuk mitos. Lebih tepatnya para filosof tersebut disebut filosof alam (pra Sokrates), karena mereka terfokus pada alam.

1.      Thales

Thales adalah seorang filosof yang berasal dari miletus, sebuah koloni yunani di asia kecil. Dia berkelana ke berbagai negri. Salah satunya adalah mesir, dimana dia diceritakan pernah menghitung tinggi pyramid dengan cara mengukur bayangannya pada saat yang tepat, ketika panjang bayangannya sendiri sama dengan tinggi badannya. Dia juga dikisahkan pernah meramalkan terjadinya gerhana matahari secara tepat, pada 585 SM.

Thales beranggapan bahwa sumber dari segala sesuatu adalah air. Dia percaya bahwa seluruh kehidupan berasal dari air dan akan lembali keair. Dia beranggapan seperti itu mungkin, karena selama perjalanannya dimesir, dia pasti telah mengamati tanaman yang mulai tumbuh di daratan delta sungai Nil setelah surut dari banjir. Barangkali dia juga sempat mengamati, bahwa katak dan cacing muncul dari tanah yang lembab (tanah berair).



2.      Anaximander

Anaximander adalah filosof kedua setelah thales yang berasal dari miletus juga. Dia hidup kira-kira sama dengan masa hidup thales. Dia adalah salah satu murit thales. dia beranggapan bahwa dunia kita hanyalah salah satu dari banyak dunia yang muncul dan sirna didalam sesuatu yang disebutnya sebagai ‘yang tak terbatas’. Tidak begitu mudah untuk menjelaskan apa yang dimaksudnya tersebut, tapi tampaknya jelas bahwa dia tidak sedang memikirkan tentang suatu zat yang dikenal sebagaimana yang dibayangkan Thales. Barangkali yang dimaksudnya adalah bahwa zat yang menjadi sumber segala sesuatu, pastilah berbeda dengan sesuatu yang dihasilkannya tersebut, karena semua benda ciptaan itu terbatas, maka sesuatu yang muncul sebelum dan sesudah benda-benda tersebut pastilah ‘tidak terbatas’. Jelas bahwa zat dasar itu tidak mungkin sesuatu yang sangat biasa seperti air ataupun yang dapat kita lihat.



3.      Anaximenes

Anaximenes adalah filosof dari meletus yang masa hidupnya kira-kira 570-526 SM. Dia adalah murit dari Anaximander. Teorinya tentang alam adalah bahwa sumber dari segala sesuatu pastilah “udara” atau “uap”. Anaximenes tentunya mengenal teorinya Thales menyangkut air. Akan tetapi dia menyangkal pendapatnya Thales, ‘dari manakah asalnya air tersebut’. Anaximenes beranggapan bahwa air adalah udara yang dipadatkan . kita mengetahui bahwa ketika hujan turun, air diperas dari udara. Jika air diperas lebih keras lagi, ia akan menjadi tanah, pikirnya. Dia mungkin pernah melihat bagaimana tanah dan pasir  terperas dari es yang meleleh. Di a juga beranggapan bahwa api adalah udara yang dijernihkan. Oleh karenanya air, tanah dan api tercipta dari udara­­­­­.



4.      Parmenides

Sejak sekitar 500 SM, ada sekelompok filosof dikoloni Yunani Elea di Italya selatan. “orang-orang Elea” ini tertarik pada masalah ini.

 Yang paling penting diantara filosof ini adalah Parmenides (kira-kira 540-480 SM). Parmenides beranggapsn bahwa segala sesuatu yang ada pasti telah selalu ada. Gagasan ini tidak asing bagi rakyat Yunani. Mereka menganggap sudah selayaknya bahwa segala sesuatu yang ada didunia ini abadi. Tidak ada sesuatu yang dapat muncul dari ketiadaan, dan tidak ada sesuatu yang menjadi tiada, piker Parmenides.

Namun Parmenides membawa gagasan itu lebih jauh lagi. Dia beranggapan bahwa tidak ada yang disebut perubahan actual, tidak ada sesuatu yang berbeda dari sebelumnya.

Parmenides sadar bahwa indranya melihat dunia ini selalu berubah, tapi dia lebih memilih akal daripada indranya. Dia yakin bahwa indra-indra manusia memberikan gambaran yang tidak tepat tentang dunia, suatu gambaran yang tidak sama deengan gambaran akal manusia. Keyakinan yang tidak tergoyahkan pada akal manusia disebut rasionalisme. Rasionalisme adalah seseorang yang percaya bahwa akal manusia merupakan sumber utama pengetahuan tentang dunia.

Dalam masalah ini Parmenides mengemukakan dua pandangan.

a.       Bahwa tidak ada sesuatu yang dapat berubah.

b.      Bahwa persepsi indra kita tidak dapat dipercaya.



5.      Heraclitus

Rekan sezaman Parmenides adalah Heraclitus yang hidup kira-kira 540-480 SM. Dia berasal dari Ephesus di Asia kecil. Dia beranggapan bahwa perubahan terus menerus adalah cirri alam yang palin mendasar. Dapat dikatakan, bahwa Heraclitus mempunyai keyakinan yang lebih besar pada apa yang dilihatnya dari pada yang dirasakannya.

“segala sesuatu terus mengalir”, kata Heraclitus. Segala sesuatu mengalamiperubahan terus-menerus dan selalu bergerak, tidak ada yang menetap, karena itu kita ‘tidak dapat melompat di sungai yang sama’.

Heraclitus mengemukakan bahwa dunia itu dicirikan dengan adanya kebalkan. Jika, kita tidak pernah sakit, maka kita tidak akan pernah tahu seperti apa sehat itu, jia kita tidak pernah lapar kita tidak akan tahu bagaimana rasanya kenyang, jika kita tidak pernah miskin, kita tidak akan pernah tahu bagaimana kaya itu, dan lain sebagainya.

Sebagaimana Parmenides Heraclitus mengemukakan dua pandangan tentang ala mini.

a.       Bahwa segala sesuatu berubah.

b.      Bahwa persepsi indra kita dapat dipercaya.



6.      Empedocles

Mungkin, kedua filosof diatas saling bertentangan, akan tetapi disini, Empedocles akan menengahi kedua pendapat yang saling bertentangan tersebut.

Empedocles adalah filosof dari Sicilia. Dia hidup kira-kira 490-430 SM. Empedocleslah yang menuntun kedua filosof tersebut -Parmenides dan Heraclitus- keluar dari kekacauan yang telah mereka masuki itu.Dia menganggap bahwa mereka benar dalam satu sisi, dan salah dalam sisi yang lain.

Air jelas tidak dapat berubah menjadi kupu-kupu atau yang lain. Air murni akan selalu memjadi air. Maka, Parmenides benar dengan keyakinannya, bahwa ‘tidak ada sesuatu yang berubah’.

Namun, pada saat yang sama dia membenarkan pendapatnya Heraclirus, bahwa kita harus mempercayai apa yang ditangkap indra kita. Bahwa, ‘alam ini berubah’.

Empedocles menyimpulkan, bahwa gagasan mengenai zat dasar itulah yang harus ditolak, baik air atau udara semata-mata tidak dapat berubah menjadi kupu-kupu ataupun serumpun bunga mawar yang begitu cantik dan indah. Sumber alam tidak mungkin hanya satu unsure saja.

Empedocles yakin bahwa alam ini terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, air, api dan udara. Semua proses alam terjadi karena bergabung atau terpisahnya empat unsur tersebut.
Diposkan oleh Nurlela Aja di 01.00

Tidak ada komentar:

Posting Komentar